Pertunjukkan
teater Munding Dongkol, garapan sutradara Hermana MT dan kelompok Bandoengmooi,
bermula dari sebuah desa yang tergerus pembangunan dan hilangnya sumber air.
Puncak kepanikan desa saat kembang
desa hilang, yakni Euis. Gosip menyebar di tengah masyarakat bahwa si kembang
desa dijadikan tumbal oleh Nyiman Titi seorang pengusaha yang dianggap
bersekutu dengan Munding (kerbau) Dongkol. Pada persoalan lain, teater ini
juga mengetengahkan persoalan warga yang tergusur dari tanahnya sendiri.
Pembangunan hotel, kondominium, dan
pusat-pusat perbelanjaan mengubah lahan pertanian mereka. Sementara sumber mata
air mereka pun menjadi kering seiring laju pembangunan itu.
Pertunjukkan teater Munding Dongkol
penuh dengan kritik-kritik sosial yang dikemas dalam dialog dan adegan yang
jenaka. Keresahan warga dicampur dengan takhyul menjadikan kisah “Munding
Dongkol” mudah diterima oleh masyarakat.
Pada akhir pertunjukkan, semakin
jelaslah saat seorang aktor menegaskan kembali bahwa siluman Munding Dongkol
tidaklah nyata. Kematian Euis murni sebuah kecelakaan. Euis terpeleset dan
tenggelam di Sungai Cikapundung.
“Kesenian saya bukan hanya sekedar
tontonan tapi harus menjadi tuntunan. Jadi masyarakat pulang dari sini,
kesadarannya itu tergugah. Terutama agar mereka sadar, bahwa penting menjaga
lingkungan hidup,” kata Hermana HMT, saat diwawancara oleh artspace.id, usai
pertunjukkan di Celah Celah Langit, Senin malam (26/09/2017).
Melalui pertunjukkan teater Hermana
dan kelompok Teater Bandungmooi lebih mengedepankan edukasi. Salah satunya
berkampanye pentingnya menjaga lingkungan, seperti hutan, sumber air, termasuk
kebersihan.
Pertunjukkan ini juga secara lugas
mengkritik pemerintah agar jangan semena-mena membangun perumahan, hotel, dan
sebagainya yang lebih mengedepankan kepentingan kapitalis.
“Pemerintah harus memikirkan juga
bahwa lingkungan ini penting bagi masyarakat banyak.”
Sekilas Bandoengmooi
Bandoengmooi adalah komunitas seni yang berdiri pada 26 September 1996 atas prakarsa Aendra H. Medita (jurnalis), Dodi Rosadi (perupa), dan beberapa orang pegiat seni lainnya. Sejarah juga mencatat Bandungmooi pernah terlibat dalam pergerakan pro demokrasi dengan menyelenggarakan Diskusi Kebebasan Pers dengan mengundang Pers Mahasiswa tahun 1997. Saat itu rezim otoriter Soeharto sangat anti dengan kebebasan pers, termasuk kebebasan berkesenian.
Bandoengmooi adalah komunitas seni yang berdiri pada 26 September 1996 atas prakarsa Aendra H. Medita (jurnalis), Dodi Rosadi (perupa), dan beberapa orang pegiat seni lainnya. Sejarah juga mencatat Bandungmooi pernah terlibat dalam pergerakan pro demokrasi dengan menyelenggarakan Diskusi Kebebasan Pers dengan mengundang Pers Mahasiswa tahun 1997. Saat itu rezim otoriter Soeharto sangat anti dengan kebebasan pers, termasuk kebebasan berkesenian.
Sejak tahun 1998, Bandungmooi dulu
bernama Bandoengmooj, lebih fokus menggelar pertunjukkan seperti teater modern
dan teater rakyat, longser. Rata-rata tema yang diusung berkaitan dengan
pemeliharaan lingkungan hidup serta kritik sosial lewat bahasa seni.
Di bawah asuhan Hermana MT,
Bandungmooi berkembang menjadi salah satu komunitas seni yang aktif. Rata-rata
anggotanya terdiri dari anak muda. Pertunjukkan teater “Munding Dongkol”, yang
digelar di Celah Celah Langit, di jalan sempit samping Terminal Ledeng,
Bandung, juga dimainkan oleh anak-anak muda.
Pertunjukkan Bandungmooi berjudul
“Munding Dongkol” merupakan salah satu rangkaian perhelatan “Seni Bandung #1″[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar